TEMPAT DISKUSI DAN OBROLAN RINGAN MENGENAI MASALAH HUKUM, PERATURAN YANG ADA DI INDONESIA, BAGI YANG MERASA MAHASISWA HUKUM UNPAS DAN MAHASISWA HUKUM DI INDONESIA MARI BERGABUNG DAN IKUTI BLOG INI... SALAM PERJUANGAN BAGI PERUBAHAN HUKUM DI INDONESIA

Powered by Blogger.

Blog Archive

Sejarah Politik Hukum Agraria

Politik hukum agraria pada Zaman Kerajaan yang terjadi adalah politik hukum agraria yang diusahakan sebesar-besarnya bagi kerajaan. Raja biasanya memberikan tanah kepada para hambanya yang dianggap berjasa bagi kerajaan, mereka yang berjasa tersebut yang diberi kewenangan untuk mengelola dan hasilnyapun harus diserahkan kepada kerajaan atau istilahnya dipotong pajak istana. 

Sedang politik hukum agraria pada zaman penjajahan, pemanfaatan tanah penjajahan hanya diperuntukkan semata-mata buat pemerintah Hindia Belanda dalam peraturan Agrariche wet 1866 & Agrariche bescuet. Dimana dalam hukum agraria tersebut setidaknya ada empat bagian mengenai hak atas tanah. Hak erfact adalah tanah yang dikuasai oleh penguasa penjajah. Hak milik atau eigendom yaitu tergantung pada sifat mutlak kepada pemiliknya sepenuh untuk didaftarkan. Hak Obstal atau hak guna bangunan yaitu bangunan yang ada pada suatu tanah, diberikan kepada pemerintah dari negara Eropa.Tanah partikiler adalah tanah yang dimiliki oleh eigendom yang memiliki sifat dan seni khas tersendiri. 

Politik hukum agraria yang demikian tersebut dikarenakan adanya suatu badan perdagangan yang dibentuk oleh pemerintah Belanda yang di beri nama VOC. Yang kemudian mengeluarkan sebuah hukum agraria sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap pertanahan, dimana orang pribumi asli harus mengeluarkan beberapa persen pajak hasil dari pertaniannya kepada pemerintah Belanda. Politik hukum agraria ini dianggap merugikan bangsa indonesia karena penggunaan dan kepemilikan tanah lebih dipentingkan kepada pengusaha-pengusaha besar bangsa eropa. 

Perkembangan politik hukum agraria selanjutnya pada tanggal 31 Desember 1779 VOC dibubarkan dan digantikan oleh Batetse republik. Dan mulai tanggal 01 Januari 1800 Indonesia dijadikan bagian bagian dari wilayah negara Belanda yang di sebut dengan Nederland Hindi atau Hindia Belanda. Setelah VOC dibubarkan, kebijakan Politik hukum agraria diambil dan dipimpin oleh B.W Dendels. Semua hasil pertanian pribumi dijula kepada pengusaha –pengusaha besar dari Belanda sendiri maupun negera-negara lainnya. Pada saat itu tanah-tanah yang menjadi sasaran kebijakan tersebut dinamakan tanah Parthikuler yang keperuntukannya deberikan kepada bangsa penjajah. 

Politik hukum agraria dari Dendels kemudian digantikan oleh Janssen. Namun tidak jauh berbeda dengan politik hukum agraria sebelumnya, politik hukum agraria pada massa Janssen ini juga masih tetap merampas hak-hak kekayaan masyarakat pribumi. Setelah Dendels, politik hukum agraria kemudian digantikan oleh Ravles dengan membentuk sebuah hukum agraria yang berbunyi, semua hak-hak pertanahan adalah milik raja. Penerapan pajak tanah atau domeen laudrent dijadikan dasar dalam memberlakukan pertanahan sebagai ketentuan tanah yang dikuasai atau diterapkan oleh Ravles adalah milik raja. 

Politik hukum agraria saat itu, petani membayar pajak tidak berdasar pada luasan lahan yang digarap, melainkan pendapatannya diberikan kewenangan oleh kepala desa yaitu siapa yang lebih besar membayar pajak, lahan yang digarap akan semakin luas. Sedang yang membayar pajak lebih sedikit maka garapannya semakin dipersempit. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan zaman sekarang dimana orang yang memiliki lahan pertanian luas maka ia wajib membayar pajak lebih. Oleh Vand de Bosch, politik hukum agraria yang digulirkan oleh Ravles tersebut kemudian diganti dengana hukum agraria yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Kepemimpinan hukum agraria oleh van den Bosch ini tepatnya pada tahun 1816- 1830. Kelak hukum agraria van den Bosch ini kita kenal sebagai sistem tanam paksa. Karena ternyata semua jajahan diwajibkan untuk menanam tanaman-tanaman tertentu yang dibutuhkan di pasar internasional seperti kopi, teh, panila dan lain sebagainya. 

Politik hukum agraria ini sangat merugikan bangsa pribumi karena tujuannya hanya untuk membangun negeri Belanda. Perkembangan politik hukum agraria selanjutnya pada tahun 1870 menjadi titik balik dari berlangsungnya sejarah politik hukum agraria belanda. Dengan diberlakukannya politik hukum agraria stat blad tahun 1870 nomor 55 yang memberikan kemungkinan atau jaminan modal yang besar pada wiraswasa asing agar tumbuh di Indonesia dan melindungi hak-hak rakyat atas tanah. Hukum agraria yang demikian itu terutama dapat di temukan dalam pasal 51 yang terdiri dari dan berasal dari pasal 63 saat itu. Hukum agraria yang diatur dalam pasal 51 menjelaskan bahwa gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah. Larangan menjual tanah ini terutama tanah perluasan, namun gubernur jenderal masaih dapat menyewakan tanah. Sedang tanah-tanah yang diberikan kepada petani pribumi dilakukan sebagai tempat usaha pengembalaan. Masa berlakunya ordenansi menurut hukum agraria saat itu ditetapkan selama 75 tahun. Dimana dalam hukum agraria tersebut ditegaskan bahwa gubernur Jenderal diharapkan mampu menjaga jangan sampai ada pemberian tanah yang melanggar hak-hak rakyat. Hukum agraria lainnya adalah Deginsel Domein Verklaring terutama Pasal 1 yang menyebutkan bahwa semua tanah-tanah yang dikuasai oleh penduduk peribumi yang tidak dapat dibuktikan oleh kepemilikannya adalah milik negara. Hukum agraria Domain Verklaring ini membuktikan bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat pribumi dan tidak bisa memabuktikannya, maka tanah tersebut adalah milik pemerintah Hindia Belanda. 

Politik hukum agraria pada jaman Hindia Belanda dengan asas Domein dan Agrarische Wet dengan jelas membuktikan bahawa hukum agraria tersebut ditujukan untuk kepentingan Pemerintah Jajahan dan Kaula Negara tertentu yang mendapat prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan penggunaan tanah sedangkan golongan bumi putra kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan. Politik hukum agraria menurut Agrarische Wet pemerintah Hindia Belanda bertindak sama kedudukannya dengan orang, tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agraria pada umunya, sedangkan setelah Indonesia merdeka pemerintah bertindak selaku penguasa. 

Hukum agraria Negara RI bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45 (Pasal 33 ayat 3). Sedang UUPA No 5 Tahun 1960 mengatur hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 

Hubungan hukum agraria antara negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat indonesia adalah atas dasar hak menguasai, maka negara dapat menentukan bermacam-macam hak atas tanah, mengatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, membuat perencanaan mengenai penyediaan, peruntukan dan penggunaan Bumi Air Ruang Angkasa yang terkandung di dalamnya, mencabut hak-hak atas tanah untuk keperluan kepentingan umum, menerima kembali tanah-tanah yang ditelantarkan, dilepaskan, subyek hak tidak memenuhi syarat dan mengusahakan agar usaha-usaha di lapangan agraria diatur sedemikian rupa sehingga meningkatkan produksi dan kemakmuran rakyat. 

Hukum agraria yang bertujuan dalam memberikan hak menguasai kepada negara ialah untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak negara untuk menguasai pada hakekatnya memberi wewenang kepada negara untuk: mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi air ruang angkasa. 

Yang dimaksud dengan hak atas tanah dalam hukum agraria ialah hak yang memberikan wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.  

Silahkan untuk Memberi komentar dan Masukan bagi terjalinnya komunikasi dan kekeluargaan fh unpas
0 Komentar untuk "Sejarah Politik Hukum Agraria "

Back To Top