Zaman Purba Pertama
Satwa purusa kira-kira 1 juta – 600.000 tahun dibumi nusantara terutama di Pulau Jawa hidup makhluk separuh manusia separuh hewan. Bhuta-purusa kira-kira 750.000 tahun hingga 300.000 tahun di Pulau Jawa hidup manusia hewan yang berjalan seperti manusia, warna kulitnya merah hitam disebut Bhuta-purusa. Bhuta-purusa musnah sekitar 250.000 tahun yang lampau.
Zaman Purba Kedua
Bhuta-purusa musnah karena banyak dibinasakan oleh manusia purba mendatang dari luar bumi Nusantara yang disebut oleh Mahakawi, Yaksa Purusa yang wujudnya sebagai denawa, tegap, besar, dan tinggi. Kulitnya berwarna hitam. Mereka juga akhirnya musnah dibinasakan para pendatang dari utara. Dikatakan disamping Yaksa Purusa, di Jawa Barat dan Jawa Tengah terdapat juga makhluk separuh manusia separuh yaksa disebut manusia yaksa. Tubuhnya lebih kecil, kulit hitam dan berbulu. Mereka pun musnah oleh para pendatang baru.
Zaman Purba Ketiga
Wamana-purusa para penghuni bumi nusantara zaman ini bertubuh kecil. Mereka hidup kira-kira 50.000 tahun 20.000 tahun yang lampau. Pekakas mereka disamping terbuat dari bahan-bahan yang lekas rusak juga terbuat dari batu tetapi belum bagus.
Zaman Purba Keempat
Manusia purba penghuni nusantara zaman ini bertubuh kecil tetapi wujudnya agak besar. Mereka berdiam di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada 40.000 tahun 20.000 tahun yang lampau. Mereka musnah karena bencana alam, saling membunuh, serta dibinasakan para pendatang baru.
Zaman Purba Kelima
Zaman ini dimulai 10.000 tahun hingga pertama tahun saka. Selama itu bermunculan para pendatang dari benua sebelah utara masing-masing berdatangan manusia dari Yunawa, Campa, Syangka, hidup berbaur dengan penduduk asli. Periode masuknya pendatang tahun saka sebagai berikut :
1.10.000 hingga 5.000 tahun sebelum saka
2.5.000 hingga 3.000 tahun sebelum saka
3.3.000 hingga 1.500 tahun sebelum saka
4.1.500 hingga 1.000 tahun sebelum saka
5.1.000 hingga 600 tahun sebelum saka
6.600 hingga 300 tahun sebelum saka
7.300 hingga 200 tahun sebelum saka
8.200 hingga 100 tahun sebelum tahun saka
9.100 hingga pertama tahun saka
Zaman Raja Kawasa
Sejak permulaan Tahun Saka hingga tahun 1.555 saka pada masa Sultan Agung Mataram berkuasa
Zaman Penderitaan yang Berat
Zaman terakhir disebut demikian karena pulau-pulau dibumi nusantara terutama Pulau Jawa didatangi orang bule (berkulit Putih), yang berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara.
Tempat tujuan mereka adalah Pulau Jawa. Para pendatang baru dan lama hidup akrab menjadi satu karena perkawinan menjadi keluarga seolah-olah dari satu nenek moyang dan satu tanah asal dan persamaan musyawarah. Dan dilukiskan terjadi pergolakan-pergolakan akibat benturan kepentingan anggota-anggota masyarakat yang telah lama dengan para pendatang.
Zaman Sunda Mandiri (yuganing raja kawasa)
a.Salakanagara
Nagara Salaka berada diwilayah Banten Selatan daerah pesisir Teluk Lada yaitu Laut Sunda sebelah selatan. Ibukotanya disebut Rajatapura berada di muara sungai Ciliman rajatapura merupakan kota Rajatapura berada di muara sungai Ciliman. Rajatapura merupakan kota pelabuhan dagang terbesar pada masa awal abad masehi sudah terkenal ke mancanegara seperti ke India, China, Romawi dsb. Yang menjadi ratu di Negara Salaka pada tahun 130 masehi bernama Aki Tirem atau Aji Tirem yang oleh orang China disebut “Ye Tiouw”. Hasil kekayaan alam dari Nagara Salaka terutama lada (pedes=merica) perak dan emas. Rajatapura oleh orang Romawi disebut “Argyre”artinya “kota perak”. Aki Tirem meninggal dunia pada tahun 132 Masehi.
b.Kerajaan Tarumanegara
Tahun 348 M, seorang dari Clakanaya India Selatan dating ke Tatar Sunda membuka pedesaan ditepi sungai Citarum. Diambil mantu oleh Dewawarman diberi julukan Jayasingawarman (Sang Resi Rajadi Rajaguru). Jayasingawarman inilah yang menurunkan raja-raja di kerajaan Tarumanagara (dari tahun 568-669M).
Kerajaan Salakanagara
Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajyai Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara). Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara.
Daftar nama-nama raja yang memerintah Kerajaan Salakanagara adalah :
Tahun berkuasa Nama raja Julukan Keterangan
130-168 M Dewawarman I Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara Pedagang asal Bharata (India)
168-195 M Dewawarman II Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra Putera tertua Dewawarman I
195-238 M Dewawarman III Prabu Singasagara Bimayasawirya Putera Dewawarman II
238-252 M Dewawarman IV Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon
252-276 M Dewawarman V Menantu Dewawarman IV
276-289 M Mahisa Suramardini Warmandewi Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V, karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut
289-308 M Dewawarman VI Sang Mokteng Samudera Putera tertua Dewawarman V
308-340 M Dewawarman VII Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati Putera tertua Dewawarman VI
340-348 M Sphatikarnawa Warmandew Puteri sulung Dewawarman VII
348-362 M Dewawarman VIII Prabu Darmawirya Dewawarman Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir Salakanagara
Mulai 362 M Dewawarman IX Salakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara
Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa 7 buah prasastibatu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui
bahwa Kerajaan Tarumanegara dibangun oleh RajadirajaguruJayasingawarman tahun 358 M dan beliau memerintah sampai yahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomatri (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti-prasasti yang ditemukan diantaranya :
- Prasasti Ciaruteun
- Prasasti Jambu
- Prasasti Kebon Kopi
- Prasasti Muara Cianten
- Prasasti Pasir Awi
- Prasasti Cidanghiyang
- Prasasti Tugu
Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di pulau Jawa, yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cipamali di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.
Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, ceritera mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama lima belas tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.
Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia pada tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarubawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Adapun untuk berbagi wilayah, Galuh dan Sunda sepakat menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (ProvinsiBanten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah sekarang). Kerjaan ini bahkan pernah menguasai wilayah bagian selatan Pulau Sumatera. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha, kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini telah beribukota di Pakuan Pajajaran serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Kalapa dan Banten.
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibukota kerajaan ditaklukan oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh Kerajaan Demak pada tahun 1527, Kalapa ditaklukan oleh Fatahillah dan Banten ditaklukan oleh Maulana Hasanuddin.
Kerajaan Kawali
Kawali adalah ibu kota baru Kerajaan Galuh yang muncul pada abad ke 14 di Parahyangan Timur, kota ini makin mendesak kedudukan Galuh dan Saunggalah. Lokasinya berada di tengah segitiga Galunggung, Saunggalah, dan Galuh.
Telah dikemukakan bahwa keturunan Manarah yang laki-laki terputus sehingga pada tahun 852 tahta Galuh jatuh kepada keturunan Banga, yaitu Rakeyan Wuwus yang beristrikan puteri keturunan Galuh. Sebaliknya adik perempuan Rakeyan Wuwus menikah dengan putera Galuh yang kemudian menggantikan kedudukan iparnya sebagai Raja Sunda IX dengan gelar Prabu Darmaraksa Buana. Kehadiran orang Galuh sebagai Raja Sunda di Pakuan waktu itu belum dapat diterima secara umum, sama halnya dengan kehadiran Sanjaya dan Tamperan sebagai orang Sunda di Galuh. Prabu Darmaraksa (891 - 895) dibunuh oleh seorang menteri Sunda yang fanatik. Karena peristiwa itu, tiap Raja Sunda yang baru selalu memperhitungkan tempat kedudukan yang akan dipilihnya menjadi pusat pemerintahan. Dengan demikian, pusat pemerintahan itu berpindah-pindah dari barat ke timur dan sebaliknya. Antara tahun 895 sampai tahun 1311 kawasan Jawa Barat diramaikan sewaktu-waktu oleh iring-iringan rombongan raja baru yang pindah tempat.
Ayah Sri Jayabupati berkedudukan di Galuh, Sri Jayabupati di Pakuan, tetapi puteranya berkedudukan di Galuh lagi. Dua raja berikutnya (Raja Sunda ke-22 dan ke-23) memerintah di Pakuan. Raja ke-24 memerintah di Galuh dan raja ke-25, yaitu Prabu Guru Darmasiksa mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan. Puteranya, Prabu Ragasuci, berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis.
Dalam abad ke-14 sebutan SUNDA itu sudah meliputi seluruh Jawa Barat, baik dalam pengertian wilayah maupun dalam pengertian etnik. Menurut Pustaka Paratwan i Bhumi Jawadwipa, Parwa I sarga 1, nama Sunda mulai digunakan oleh Purnawarman untuk Ibukota Tarumanagara yang baru didirikannya, Sundapura. Idealisme kenegaraan memang terpaut di dalamnya karena Sundapura mengandung arti kota suci atau kota murni, sedangkan Galuh berarti permata atau batu mulia (secara kiasan berarti gadis).
Kerajaan Pajajaran
Pajajaran adalah nama kerajaan yang lokasinya di pulau Jawa bagian barat, disebut Jawa Kulwan atau Jawa Kulon. Ada juga yang menyebut puseur atau galeuh (pusat) tatar Sunda. Keadaan alamnya digambarkan bagai surga di bumi, karena sangat subur dan indah. Maka tidak heran jika banyak yang menghendaki memilikinya.
Mengenai Pajajaran, banyak yang menulis, sehingga sulit untuk membuat ringkasan secara tegas, karena adanya data-data yang kadang-kadang bertentangan, terutama kaitannya dengan Islam, dan asing. Dari data-data terdahulu dapat diketahui, bahwa Jawa Barat itu merupakan wilayah yang sangat menarik. Raja-raja besar berusaha untuk menaklukkan wilayah ini. Tetapi tidak satu pun yang berhasil, karena oleh pribumi dipertahankan mati-matian. Tak ada yang mampu meruntuhkan kerajaan di Jawa Barat.
Gajah Mada telah mencoba dengan cara tipu muslihat yang sangat licik dan kejam, yang dikenal dengan sebutan Pasundabubat, ialah perang di Bubat. Tapi hasilnya ialah keruntuhan dirinya dan kemunduran Majapahit. Bagi Sunda malah punya nama yang sangat harum karena semua orang Sunda memilih gugur di medan perang dari pada menyerah kalah. Termasuk putri Sunda, ialah Diyah Pitaloka atau Citraresmi, memilih bunuh diri, demi kesucian bangsanya. Peristiwa ini terjadi tahun 1279 Caka (1363 M); tepatnya pada hari Selasa Wage/Pahing, tanggal 13 suklapaksa, Badramasa 1279 Caka (01 Agustus 1363 Masehi, 19 Sawal 0764 Hijrah)
Keharuman Sunda ini terbukti dari data sejarah dari orang Portugis yang datang ke wilayah Nusantara tahun 1400an Caka (1500an Masehi), jadi sekitar 140 tahun setelah peristiwa Bubat. Kerajaan-kerajaan di Nusantara menamakan dirinya Sunda kepada orang Portugis yang masih buta mengenai Nusantara. Maka orang Portugis itu menyimpulkan, bahwa Nusantara itu ialah Sunda. Karena di bagian barat pulau-pulaunya besar disebut Soenda Mayor, sedangkan di bagian timur pulau-pulaunya kecil, maka disebut Soenda Minor.
Catatan Portugis ini oleh orang Belanda juga dipakai dengan sebutan “Soenda eilanden”, yang terdiri dari “Grote Soenda eilanden” dan “Kleine Soenda eilanden”, artinya Kepulauan Sunda itu terdiri dari Kepulauan Sunda Besar dan kepulauan Sunda Kecil. Yang dimaksud dengan Kepulauan Sunda Besar ialah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Sedangkan sisanya disebut Kepulauan Sunda Kecil.
Islam memusuhi Pajajaran, karena Pajajaran tidak sudi dijajah oleh siapapun. Islam yang dijadikan alat oleh Cina digunakan untuk merebut Nusantara. Di antaranya bermaksud meruntuhkan Pajajaran. Mula-mula Cirebon melepaskan diri dari Pajajaran karena didukung oleh kekuatan Demak. Lalu jalur perekonomian diblokir, karena lintasan laut utara telah berada dalam kekuasaan Islam dan Cina.
Raja Pajajaran waktu itu mempunyai banyak anak, ia mempunyai putra mahkota anak dari permaisuri. Istri lainnya raja Pajajaran mempunyai 3 orang anak, yaitu pertama Raden Banyakcatra, Raden Kamandaka yang menjadi bupati di Pasirluhur. Kedua Raden Banyakngampar menjadi bupati Dayeuhluhur, ketiga Nay Retna Ayu Mrana yang dikawinkan dengan Raden Baribin/Panditaputra yang patuh pada Siwa-Buddha.
Kerajaan Surasowan
Istana berbentuk segiempat seluas 3 hektar itu nyaris rata dengan tanah, sulit sekali membayangkan seperti apa bentuk Istana Surosowan tersebut berdiri sebelum akhirnya dihancurkan oleh Pemerintah Belanda dibawah pimpinan Daendels pada bulan November 1808. Peperangan itu timbul karena kasultanan Banten menolak mengerahkan rakyatnya untuk kerja paksa dalam pembuatan jalan Anyer - Panarukan.
Istana Surosowan dibangun pada tahun 1526 dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin dan Pangeran Fatahillah setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Pajajaran dan merebut ibukota mereka, Banten Girang. Putra Maulana Hasanuddin, Sultan Maulana Yusuf, memperkuat benteng tersebut dengan batu karang dan batu merah. Disekeliling benteng dibangun parit-parit yang konon dulunya bisa dilayari perahu-perahu kecil hingga sampai ke laut Jawa.
Dibagian dalam Istana Surosowan itu sendiri dibangun tempat pemandian yang diberi nama Roro Denok yang sisa-sisa bentuknyanya masih dapat dilihat cukup jelas sampai sekarang. Pada bagian tengah dari kolam tersebut terdapat bangunan persegi empat yang dinamakan Bale kambang. Air yang berada dalam pemandian tersebut berasal dari danau Tasik Ardi dimana sebelum dialairkan ke kolam Roro Denok mengalami proses penjernihan tiga tingkat terlebih dahulu dengan cara dialirkan ke bangunan pengindelan (penjernihan) Merah, Putih dan Emas. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Kerajaan Pakungawati
Pangkuwati adalah nama dari keratin di Cirebon, didirikan oleh Walang Sungsang. Cirebon Larang didirikan tahun 1445 M. Sultan dari Pangkuwati (Cirebon) mempunyai tempat khusus dalam sejarah sunda terutama erat kaitannya dengan menyebarkan agama islam. Salah satu tokoh yang terkenal dari kerajaan Pangkuwati ialah Sunan Gunung Jati salah satu wali yang paling melekat dihati masyarakat sebagai tokoh Islam. Keraton di Cirebon, terhitung tempat yang paling lengkap yang member informasi mengenai sejarah sunda.
Kerajaan Sumedang Larang
Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-16 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.
Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat kerajaan Sunda lainnya seperti Kerajaan Pajajaran yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya yaitu (Kerajaan Sunda-Galuh), namun keberadaan Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.
Kerajaan Galih Pakuan
Kedudukannya dipasir huut, kampong Galih Pakuan, kecamatan Blubur-Limbangan sekarang. Dari situ pindah ke daerah Limbangan-Leles (windupepet). Tokoh terkenal yaitu Prabu Sangkan Beunghar keturunan dari Prabu Siliwangi. Kerajaan Galih Pakuan sering disebut dalam cerita babad dan pantun, namun tidak ada tertulis dalalm naskah-naskah yang paling kuno sekalipun.
Zaman Kagosok Tiluar
Yang dimaksud pengaruh dari luar yaitu banyaknya pengaruh kekuasaan, budaya, teknik, dari luar daerah sunda. Umpamanya saja pengaruh dengan datangnya bangsa Belanda dan Inggris. Pengaruh kekuasaan dan budaya dari Jawa (Kejawen,Mataram), pengaruh budaya dari China, India, Timur Tengah. Mengenai periode zaman ini, sudah banyak buku-buku sejarah yang membahasnya diantaranya buku-buku pelajaran SD, SLTP, dan Perguruan Tinggi.
Zaman Tandangan Kabangsaan
Kebangkitan nasional ditandai dengan berdirinya Boedi Utomo 1908. Adapun kebangkitan rasa kebangsaan di Tatar Sunda ditandai dengan berdirinya organisasi PANGGUYUBAN PASUNDAN September 1914. (bukunnya ada dikebudayaan Unpas 1988).
Zaman Bhineka Tunggal Ika
Yang dimaksud ialah peran sejarah Sunda setelah Berkumandangnya kemerdekaan Republik Indonesia dari tuhan 1945 sampai sekarang. Antara lain Ki Sunda ikut berkiprah dengan berdirinya Universitas Pasundan pada tahun 1960. Satu-satunya perguruan tinggi yang dengan tandas menyebutkan unpas menjadi perguruan tinggi yang memadu ilmu pengetahuan, teknologi, agama islam, dan budaya sunda sebagai bagian integral dari kebudayaan nasional secara harmoni.
Silahkan untuk Memberi komentar dan Masukan bagi terjalinnya komunikasi dan kekeluargaan fh unpas
Tag :
informasi
0 Komentar untuk "wangsakerta : Perkembangan Masa Hidup Manusia"