1.Zaman Belanda
Pengaruh politik pertanahan terlihat dari tindakan / perbuatan yang dilakukan pemerintah. Politik tersebut dimulai pada tahun 1830 (Perang Napoleon di Eropa) diantara politik yang diterapkan oleh bangsa-bangsa Barat antara lain :
a.Cultuure stelsel
b.Agrarische Wet
c.Agrarische Besluit
Dalam perkembangannya antara Agrarische Wet dan Agrarische Besluitada yang mengatakan domein verklaring.
yang dikatakan Domein verklaring adalah dijelaskan pada pasal 1 Agrarische wet menyebutkan tanah yang tidak bisa dibuktikan atas kepemilikan (Eigendom/eigenaar).
Oleh karena itu UU atau Agrarische wet yang dikeluarkan oleh bangsa belanda tersebut hukum belanda tersebut berisi ketentuan – ketentuan yang sangat berpihak kepada kepentingan – kepentingan perusahaan swasta swasta. Namun ada juga melindungi kepentingan orang Indonesia asli tapi melalui beberapa cara :
1.Memberi kesempatan bagi orang Indonesia asli untuk memperoleh hak eigendom agraris atas tanahnya sehingga dapat dihipotikkan.
2.memperbolehkan rakyat meyewakan tanah kepada orang asing untuk rakyat yang berekonomi lemah mendapat perlindungan terhadap orang yang berekonomi kuat.
Secara global agrarische wet bertujuan memberikan kemungkinan kepada modal asing untuk berkembang di Indonesia dengan hak erfracht (HGU) selama 75 tahun, tanah dengan hak opstal (HGB). Hak sewa, hak pinjam pakai.
Jadi jelas disini pemerintah belanda berwenang memberikan hak tersebut adalah pemilik/eigenaar dan karenanya negara dinyatakan sebagai pemilik tanah.
Overspel = anak diluar nikah
Pasal 21,22,96 --- UUPA ttg orang asing tidak boleh mempunyai hak milik.
Domein verklaring, dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak perlu membuktikan haknya dalam proses perkara sebaliknya pihak lainlah yang selalu membuktikan haknya itu. Jadi nyata ketentuan yang selalu membebankan kewajiban pembuktian kepada rakyat itu, artinya tidak mempunyai keadilan. Oleh karena itu pernyataan domein verklaring tahun 1870 tidak dapat dipertahankan lagi dalm NKRI. Sesungguhnya dalam pembelian hak atas tanah negara, negara tidak perlu bertindak sebagai eigenaar (kepemilikan) cukup bila UU memberi wewenang kepadanya untuk berbuat sesuatu kepada penguasa atau overheid, UUPA berpendapat sama dengan ini terlihat dalam pendirian bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan didalam pasal 33 UUD 1945 tidak ada tempatnya negara bertindak sebagai pemilik tanah dan adalah lebih tepat jika negara bertindak sebagao badan penguasa begitu juga dalam larangan pengasingan hak atas tanah ditegaskan dalam Stb. 1875 Jo no. 179 menegaskan segala perjanjian yang bertujuan penyerahan atas tanah maka dilakukan atas kesepakatan para pihak tapi dalam kenyataannya Belanda melakukan pelanggaran (wanprestasi) dengan demikian sangat jelas sekali politik hukum agraria yang pernah diterapkan di indonesia jelas tidak memihak kepada rakyat tetapi sangat menguntungkan kepada perusahaan – perusahaan swasta belanda yang ada di Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu setelah 17 Agustus 1945 pemerintah di indonesia berusaha merobah sestem hukum agraria belanda dengan menyesuaikan dari hukum negeri sendiri. Usaha ini baru berhasil dengan keluarnya UU no. 5 tahun 1960 artinya setelah 15 tahun indonesia merdeka dalam pasal 2 dijelaskan bahwa atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat indonesia.
Dengan demikian kesimpulan tentang hukum pertanahan :
1.Tanah-tanah ulayat (rakyat) menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan tanah yang telah di HGU kan.
2.Maksud yang terkandung dalam pasal 33 ayat 3 banyak yang telah disalah gunakan artinya oleh pemerintah.
3.Politik pertanahan belanda sampai sekarang ± ¼ abad tidak menjamin hak-hak rakyat atas tanah malah menghilang lenyapkan hak atas tanah.
4.Kiranya perlu ada suatu politikal will (kebijakan) dari pemerintah terhadap eksistensi tanah adat yang dituangkan dalam peraturan per UU an dan dihilangkan apa yang disebut security approach.
5.UUPA no.5 tahun 1960 dibandingkan dengan UU kehutanan No. 5 tahun 1967 pada UUPA mengakui adanya hak rakyat sedangkan UU kehutanan tidak megakui yang hanya diakui adalah 2 hutan :
1.Hutan milik
2.Hutan negara
Penjabaran UUPA yaitu pada PP no. 10 tahun 1961, PP 24 1997 mengenal adanya pendaftaran tanah sementara UU kehutanan tidak mengakuinya.
6.Pemerintah daerah sudah saatnya membuat PERDA untuk mempertahankan hak-hak rakyat (Permenag) UU no. 5 tahun 1999 untuk menyelesaikan tanah – tanah ulayat baik ditingkat propinsi maupun ditingkat kota. Oleh karena itu melakukan pendaftaran tanah perlu pedoman umum untuk penggunaan tanah :
1.PMDN No. 15 tahun 1975 didalamnya termasuk pembebasan hak atas tanah.
2.Keppres No. 5 tahun 1993 tentang pembebasan tanah dan penyerahan hak atas tanah.
Silahkan untuk Memberi komentar dan Masukan bagi terjalinnya komunikasi dan kekeluargaan fh unpas
Tag :
HUKUM AGRARIA,
SEMESTER 3
0 Komentar untuk "POLITIK HUKUM PEMERINTAHAN TERHADAP KEBIJAKSANAAN HUKUM PERTANAHAN ZAMAN BELANDA"