Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani-purba yaitu polis. Polis adalah kota yang dianggap negara yang terdapat dalam kebudayaan Yunani-purba, karena waktu itu kota dianggap identik dengan negara, sehingga polis, stadstaat atau the greek citystate ialah tempat-tempat tinggal bersama dari orang-orang biasa selaku warganya (citizens) dengan pemerintah yang biasanya terletak diatas sebuah bukit dan dikelilingi benteng tembok untuk menjaga keamanan mereka terhadap serangan musuh yang datang dari luar.
Polis pada waktu itu hanya memiliki daerah yang kecil yaitu seluas kota dan juga penduduknya terbatas sekali, hanya kurang lebih berjumlah 300.000 orang; sedangkan di zaman modern kita sekarang ini, negara tidak sebesar daerah kecil itu, akan tetapi telah merupakan negara berwilayah yang disebut vlakte-staat atau country-state, negara tidak lagi identik dengan kota, disebabkan daerah negara jauh lebih luas daripada daerah kota dan jumlah penduduknya jauh lebih banyak.
Orang yang pertama kali, menggunakan istilah ilmu politik yaitu Jean Bodin (Science politique) pada chef d’ouvre dalam bukunya Les Six Livres de La Republique 1576, dan pada tahun 1606 istilah tersebut dipergunakan pula oleh Thomas Fitzherbert, Jeremy Bentham dan William Godwin.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perkembangan berikutnya muncul keanekaragaman istilah ilmu politik. Hal ini disebabkan pula dalam bahasa inggris sebagai political science, the science of politics atau politics. Sedangkan R. M. Mac Iver dalam bukunya The Web Government The Science of Politics (Anglo Saxon).
Di Eropa Continental (Jerman) dikenal dengan berbagai nama, misalnya angewandt staatswissentchaft yang merupakan cabang dari staatswissentchaft, les sciences politiques (Perancis) yang selalu didengungkan dengan ilmu moral atau ilmu-ilmu sosial lainnya sehingga dipergunakan istilah les science morale (sosiales) et politiques.
Orang Belanda menyebut staatswetenschaappen, dan di Italia disebut scienzee politica. Disamping itu Prof. J. Barente menerbitkan buku yang berjudul De Wetenschap Der Politiek dengan ondertitelnya met een terein verkenning dikenal istilah politica, sedangkan H. Heller dalam bukunya Staatslehre menyebutnya Politikologie (1934).
Di India, menurut A. S. Altekar dalam bukunya “State andGovernment in ancient India, Ilmu politik itu dikenal dengan istilah Raja-dharma (kewajiban raja), Rajayasastra (ilmu negara); Dandaniti, Nitisastra dan Arthasastra”.
Ternyata istilah ilmu politik itu sangatlah banyak, misalnya George Jellinek dalam bukunya Recht des Modernen Staates, menyatakan bahwa ilmu politik sangat membutuhkan suatu peristilahan yang tepat dan tidak meragukan. Keanekaragaman istilah-istilah ilmu politik ini, disebabkan karena belum ada kesamaan pendapat diantara para cendekiawan atau communis opinio doctorum (opinio = pendapat, dan communis = umum, sedangkan doctorum= para guru). Hal ini bisa mengakibatkan kesimpang siuran, sama dengan pendapat G. Jellinek dan Kuncaro Purbopranoto “yang mengkonstanstir, bahwa ilmu politik sangat membutuhkan istilah yang tepat agar tidak simpang-siur”.
Lain halnya pada pemakaian istilah secara teknis dalam Ilmu Negara tidak (tidak terjadi pertentangan paham), yang mungkin bila ada hanya merupakan masalah penafsiran saja alih bahasa saja. Bahkan orang sering juga ada kesimpang siuran itu dalam hukum, misalnya Apakah hukum itu? Jawabannya banyak yang berbeda (Immanuel Kant, L. J. Van Apeldoornl. Didukung oleh pendapat Miriam Budiardjo (ilmu politik dan artinya bagi Indonesia” bahwa : setiap kali para ahli berkumpul, maka suka bagi mereka untuk mencapai persetujuan mengenai pendefinisian dari ilmu politik.
Kesulitan lainnya membedakan ilmu politik dan ilmu negara, disebabkan adanya dua jenis, yaitu : satu dari Eropa Kontinental, dan kedua dari Anglo Saxon, sehingga sulit untuk terjadinya kesatuan pendapat dari para pemikir tentang negara.
Di Eropa, ilmu negara (Belanda) menurut R. Kranenburg: Ilmu Negara tidak lain, adalah” ilmu tentang negara ,“ negara diselidiki sifat hakekatnya, struktur, dan bentuknya, asal mulanya, dan persoalan-persoalan di sekitar negara dalam pengertian umum.
Apakah ilmu politik itu ilmu atau bukan? Oleh A. Th. Mason, di jawab, bahwa politicss is art rather than science, ………..kemudian oleh van der Goes van Naters dinyatakan bahwa De Politie is geen wetenschap. De Romeinen van Netes ars politica politieke kunst…….., demikian juga Otto Von Bismarch, seorang negarawan ulung, (Prusia), mengatakan bahwa dia kunst der moglichkeiten.
Jadi walaupun J. Barents memberikan judul bukunya watenschap der politiek dengan ondertitel een terrein verkening dapat kita tentukan dalam ilmu politik di negeri Belanda, bahwa negeri Belanda tidak meniru dan menyalin ilmu politik dari Jerman tetapi negeri Belanda mendapat pengaruh dari ilmu pengetahuan Inggris dan Amerika.
Silahkan untuk Memberi komentar dan Masukan bagi terjalinnya komunikasi dan kekeluargaan fh unpas
Tag :
ilmu negara,
SEMESTER 1
0 Komentar untuk " ILMU POLITIK"